Alay atau anak layangan, istilah ini tiba-tiba muncul dan menyeruak beberapa tahun ini dikalangan anak muda Indonesia. Mengapa muncul istilah alay? Istilah ini muncul untuk menggambarkan sebutan anak kampung yang biasanya berambut merah yang sering main layangan.
Menurut Koentjara Ningrat alay adalah suatu gejala yang dialami oleh remaja (pemuda-pemudi) Indonesia, yang ingin diakui keberadaan dan statusnya diantara teman-temannya. Gejala alay ini mengubah gaya tulisan, gaya berpakaian, sekaligus meningkatkan kenarsis-annya, yang cukup mengganggu masyarakat di dunia maya (seperti facebook, blogger, twitter, kaskus, dan sejenisnya).
Alay ini merupakan suatu sindrom berbahaya yang menyerang para remaja Indonesia yang dianggap bertentangan dengan prilaku bangsa Indonesia yang digambarkan dengan prilaku sopan santun dan ramah. Alay bahkan menyerang anak-anak usia belasan yang masih duduk dibangku SD mengarah ke SMP dan SMA. Kaum alay muncul dan persebarannya di Indonesia, terutama di dunia maya semakin luas. Prilaku alay ini kemungkinan besar dipengaruhi oleh pergaulan anak-anak muda yang rentan terpengaruh akibat menonton tv dan kegiatan-kegiatan dimana para alayers itu berada.
Para alay biasanya punya ciri khas tersendiri yang menandakan bahwa mereka itu adalah kaum alay tingkat dewa alay, seperti bahasa tulisan menggunakan huruf besar kecil gak beraturan titik komanya, bahkan bahasa alay ini diterapkan dalam kehidupan sehari-hari mereka seperti memberikan komentar atau sms dengan bahasa yang berlebihan dalam penulisan sehingga membuat orang yang membacanya agak sedikit terheran-heran dengan nada yang alay banget seperti, aQwuh, mAnieszz, cayaA4nG KamWuhh ngeuDdt dan lain-lain. Bayangkan kalau kita harus membaca tulisan tersebut dengan nada tertentu maka akan terdengar sangat lucu dan berlebihan dan yang pasti akan sangat menggangu kaum normal yang menggunakan bahasa biasa. Membacanya saja kita sudah kesulitan dan susah payah ditambah dengan mengucapkan kata-kata tersebut. It's big no no ya!
Picture by nyunyu.com |
Ada seorang teman saya yang suka membuka sebuah situs pertemanan yang di dalamnya terdapat sekumpulan kaum alay dan entah kenapa tulisan-tulisan kaum alay ini mendapatkan 'like' yang begitu banyak juga bahkan sampai ratusan, dengan nama akun yang panjang menggunakan huruf besar kecil khas ala alayers mereka mampu menarik perhatian banyak orang bahkan mampu mempengaruhi anak-anak muda Indonesia yang masih labil agar masuk ke dalam kaum mereka. Meskipun kaum alay bukanlah kaum yang terlarang dan dilarang, tapi kehadiran mereka memang mengganggu banyak orang. Yang saya heran adalah kenapa mereka yang menggunakan bahasa alay dan berkelakuan layaknya seorang alay mulai dari alay tingkat teri sampai kelas kakap bahkan tingkat dewa itu tidak menyadari bahwa diri mereka alay? Padahal sudah banyak tanda-tanda yang menunjukkan bahwa mereka alay dan sangat annoying, tapi mereka tetap bertahan. Entah itu idealisme mereka atau apa, yang jelas kaum alay ini sangat tidak punya malu -_- mereka kokoh berdiri dijalan kealayan mereka.
Bayangkan jika anak-anak muda Indonesia berkembang dengan kealayan ini? Apa yang bakan terjadi dimasa yang akan datang? Apakah anak cucu kita nanti akan bicara dengan logat alay yang kental sambil bibir maju mundur mengejakan tulisan artistik bergaya alay? Sungguh memprihatinkan.
Abstrak memang, inilah keanehan interaksi sosial yang multifungsional yang terjadi di masyarakat kita. Faktor media, pergaulan sehari-hari, interaksi dan komukasi sehingga menimbulkan bahasa-bahasa dan istilah-istilah baru dimasyarakat. Contohnya saja pola interaksi para pedagang di tanah abang dan pusat perbelanjaan seperti itu yang sering menggunakan kata 'boleh' 'kaka' 'bunda' dengan intonasi yang khas ala pedagang nan ramah bin sopan dengan para calon pembeli mereka. Kalimat-kalimat tersebut kemudian meresap di telinga pendengar bagaikan terhipnotis oleh kata-kata ajaib tersebut sehingga secara tidak sengaja terbawa dalam kehidupan sehari-hari. Saya pernah membicarakan hal menarik tentang bahasa baru yang muncul di kalangan masyarakat sekarang ini dengan salah seorang teman saya. Ternyata kami sendiri ikut merasakan dampak dari ucapan pedagang tersebut. Apakah mereka tidak berpikir sebelum mengatakan hal tersebut? Bayangkan, ada mbak-mbak yang lebih tua dari kami dengan santainya menawarkan barang-barang dagangan mereka dengan berkata: " Mari kaka, diliat dulu..." boleh kaka :))) *intonasi ala pedagang handal. Helo? I'm not your sister or your brother -___-" dan parahnya lagi umur kita lebih muda dari mereka. Lalu ada juga yang bilang: "Boleh bunda.... tasnya bagus... boleeehhhh." *intonasi ala pedagang handal. Hoyy, she's my mom, not your mom yeaa -____-" Entah kenapa muncul kalimat-kalimat tersebut, mungkin karena kalimat-kalimat tersebut dianggap lebih mudah untuk mengakrabkan diri dengan pembeli atau apa yang jelas itu merupakan kebebasan berekspresi mereka dan dapat menimbulkan bahasa dan kebiasaan baru dalam masyarakat. Selama itu tidak mengganggu layaknya bahasa kaum alay yang sulit dibaca, menurut saya itu lebih bisa dimaklumi.
Kamu tau kenapa pedagang di tanah abang itu selalu bilang boleh? Itu karena mereka bukan penyanyi, coba kalau mereka itu penyanyi, mereka pasti bukan bilang 'boleh' tapi 'sesuatu'. - Dina-
Sekian postingan mengenai ragam bahasa ini, saya Dina H, terima kasih.
No comments:
Post a Comment